Dindin Abidin, Guru Besar Sosiologi Olahraga Pertama UNISMA Bekasi
KOTA BEKASI - Universitas Islam “45” (UNISMA) Bekasi menorehkan sejarah baru dalam dunia akademik. Untuk pertama kalinya, kampus ini memiliki guru besar di bidang yang masih jarang mendapat sorotan di Indonesia: sosiologi olahraga.
Dindin Abidin, dosen Program Studi Pendidikan Jasmani, Kesehatan, dan Rekreasi (PJKR), resmi dikukuhkan sebagai profesor dalam disiplin ilmu tersebut, Rabu (16/12/2025).
Di tengah dominasi pendekatan fisiologis, biomekanik, dan sport science dalam kajian olahraga, sosiologi olahraga hadir dengan perspektif berbeda. Ia memandang olahraga bukan sekadar aktivitas fisik atau ajang prestasi, melainkan fenomena sosial yang sarat nilai, relasi kuasa, dan kepentingan.
Dindin Abidin dikenal konsisten mengusung pendekatan ini. Dalam perjalanan akademiknya, ia menggunakan lensa sosiologis untuk menelaah berbagai praktik olahraga mulai dari pembinaan atlet, pendidikan jasmani, hingga peran olahraga dalam pembentukan karakter dan pembangunan masyarakat. Melalui riset dan publikasi ilmiah, ia menegaskan bahwa olahraga bukan entitas netral, melainkan arena yang turut membentuk identitas, perilaku, dan struktur sosial.
Pengukuhan ini memiliki makna ganda. Dindin menjadi profesor pertama yang merupakan alumni UNISMA Bekasi sekaligus dosen tetap yayasan pertama yang meraih jabatan akademik tertinggi di kampus tersebut.
Ia juga tercatat sebagai profesor bidang olahraga pertama yang berasal dari lingkungan Persyarikatan Muhammadiyah. Hingga kini, ia telah menulis dan menerbitkan sedikitnya 24 buku, sebagian besar membahas isu pendidikan jasmani, olahraga, dan kajian sosial.
Capaian ini hadir di tengah kompleksitas dunia olahraga yang terus berkembang. Wacana publik masih banyak terfokus pada perolehan medali, target jangka pendek, dan pembangunan infrastruktur. Namun di balik itu, terdapat persoalan mendasar yang kerap luput dari perhatian: komersialisasi olahraga, ketimpangan akses, pembinaan usia dini, hingga peran olahraga dalam kebijakan sosial.
Dalam konteks inilah sosiologi olahraga menjadi semakin relevan. Ia menjembatani antara ilmu keolahragaan dan realitas sosial yang melingkupinya. Pendekatan multidisipliner bukan lagi pilihan, melainkan kebutuhan.
Bagi UNISMA Bekasi, kehadiran guru besar bukan sekadar simbol prestise akademik, melainkan indikator kualitas riset dan kedalaman keilmuan.
Bagi Program Studi PJKR, pengukuhan ini membuka peluang pengembangan kurikulum dan riset yang lebih kritis terhadap praktik olahraga di Indonesia.
Civitas akademika UNISMA Bekasi menyambut capaian ini sebagai momentum penting. Harapannya, kehadiran guru besar sosiologi olahraga dapat mendorong lahirnya kajian-kajian yang lebih aplikatif dan berpihak pada kepentingan publik bukan sekadar memenuhi tuntutan administratif perguruan tinggi.
Di tengah euforia prestasi dan pembangunan sarana olahraga, pendekatan sosiologis menawarkan ruang refleksi yang kerap terabaikan: untuk siapa olahraga dikembangkan, siapa yang diuntungkan, dan nilai-nilai apa yang hendak dibangun.
Dalam kerangka itu, pengukuhan Dindin Abidin sebagai guru besar tak hanya menjadi kabar baik bagi UNISMA Bekasi, tetapi juga penanda arah baru dalam pengembangan ilmu keolahragaan di Indonesia. (***).